Minggu, 27 September 2009

Menbudpar Jro Wacik Buka Parade Budaya Nusantara-Jembrana 2009


Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Jero Wacik, kembali hadir di Kabupaten Jembrana untuk membuka Pawai Budaya Nusantara sebagai puncak perayaan HUT ke-114 Kota Negara, pada 1 September laly. Pawai yang mengusung tema “Bhinneka Sandi Adnyana” (Keragaman Menuju Satu Tujuan) tersebut, berlangsung meriah dan disaksikan oleh ribuan penonton dari dalam dan luar negeri hingga meluber sampai memenuhi sepanjang Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan poros jalan utama di Kabupaten Jembrana.

Bupati Jembrana, Prof. Dr. I Gede Winasa dalam sekapur sirihnya menyampaikan, Kota Negara memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang dengan romantika kehidupan masyarakatnya yang semakin berkembang secara dinamis. “Dalam usianya yang lebih dari satu abad, Kota Negara masih dapat menunjukkan eksistensinya baik sebagai pusat pemerintahan maupun sebagai pusat perkembangan ekonomi, politik dam sosial budaya,” ujarnya.

Eksistensi itu, kata Winasa tidak terlepas dari berbagai upaya, program dan kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan dengan dukungan partisipasi segenap masyarakat Jembrana. “Sebagai wujud rasa syukur dan bahagia, dalam memperingati hari ulang tahun Kota Negara, kami melaksanakan berbagai kegiatan seni dan budaya guna menumbuhkan suasana kebatinan yang semakin mendalam,” katanya. Sebagaimana biasa, tambah Winasa, salah satu bentuk kegiatan seni budaya yang selalu ditampilkan dalam peringatan HUT Kota Negara yaitu Parade Budaya Nusantara sebagai event tetap tahunan. “Parade Budaya Nusantara ini diikuti oleh berbagai tim kesenian daerah, baik dari daerah Jembrana maupun kabupaten/kota lainnya di Indonesia bahkan tim kesenian dari luar negeri,” ujarnya.


Sementara itu, Menbudpar Jero Wacik mengajak seluruh masyarakat menjaga seni budaya yang dimiliki, utamanya tarian dengan jalan rajin menarikannya. “Jangan baru tari-tarian kita dipakai tetangga kita, baru kita protes,” demikian Jro Wacik.

Menurut Menbudpar, Tari Pendet yang sudah ada sejak lama jarang ditarikan lagi sehingga sering lupa. “Lima tahun saya menjadi menteri dan teramat sering datang ke Bali, sudah jarang saya melihat tari pendet. Karena sudah terlalu lama tidak ditampilkan mungkin kita lupa,” katanya. Namun, imbuh Menbudpar, masalah tari pendet dengan Malaysia sudah selesai setelah pemerintah Malaysia dengan tegas mengatakan tidak mengklaim tari pendet tersebut. “Pemerintah Malaysia dengan tegas mengatakan kalau tari pendet merupakan milik Bali,” katanya. Namun, imbuh Menbudpar, kalao ada orang lain yang menarikan taria-tarian Indonesia, itu merupakan salah satu bentuk apresiasi mereka. Di sisi lain, Menbudpar juga mengungkapkan kalau kesenian wayang sudah diakui oleh dunia melalui UNESCO. “Saat ini wayang kita sudah diakui oleh UNESCO. Sekarang apakah kita sudah rajin nonton wayang? Menterinya rajin memperjuangkan, tapi tidak ada yang nonton,” ucapnya menyindir.

Dalam kesempatan tersebut, Menbudpar juga menyampaikan pesan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan jika suatu saat kabupaten/kota mempunyai agenda kebudayaan seperti Parade Budaya Nusantara jangan ragu-ragu mengundang presiden. “Saat saya berpamitan dengan Bapak Presiden beliau menitipkan pesan, jika ada agenda kebudayaan seperti ini jangan ragu-ragu mengundang beliau. Kalau ada waktu Bapak Presiden pasti datang. Makanya rajin-rajinlah mengundang beliau karena beliau cinta pada Bali,” katanya. Selain itu, Presiden SBY juga menitipkan pesan terkait Pemilu yang lalu. “Sekarang pemilu sudah berakhir. Kalau dulunya ada yang bersaing karena beda warna, sekarang harus diakhiri. Mari kita teruskan membangun negeri ini bersama-sama,” demikian pesan Presiden.

Pembukaan Pawai Budaya Nusantara ditandai dengan pemukulan kendang raksasa oleh Menbudpar, Jero Wacik, yang didampingi oleh Bupati Winasa dan Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Ida Bagus Sedawa. Iringan pawai diawali dengan berbagai kesenian khas dan hanya ada di Kabupaten Jembrana. Setelah barisan itu berlalu disusul dengan penampilan kesenian-kesenian dari 23 kabupaten dan kota yang hadir dalam pawai kali.

Para delegasi kesenian tersebut menampilkan berbagai macam kesenian khas dari masing-masing daerahnya yang diawali dengan tampilnya seratus Penari Gandrung persembahan Kabupaten Banyuwangi. Lalu disusul oleh Kota Probolinggo dengan menampilkan kolaborasi antara Barongsai dengan kesenian Jaran Bodhag. Sementara Kabupaten Probolinggo yang menyusul berikutnya menampilkan kesenian Ngiring Kucing. Yang unik, kendati tim kesenian Jepang absen dalam PBN kali ini namun tariannya berupa Tarian Yozakoi tetap hadir menyemarakkan pentas tahunan ini. Tarian yang menggambarkan semangat masyarakat Jepang dalam menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1954 ini ditampilkan dengan apik oleh siswa-siswa SMPN 4 Mendoyo. Kabupaten Tabanan, Bali, hadir dengan kesenian Okokan, Kabupaten Buleleng mengirimkan Marching Band Ki Barak Panji Sakti, sedangkan Kota Denpasar mengutus kesenian Sri Jagatnatha Rata Yatra.
Selengkapnya...

Jumat, 25 September 2009

IDEOLOGI PERJUANGAN BERUBAH MENJADI IDEOLOGI INDUSTRI



I Putu Gede – sebut saja demikian, pada suatu hari mencegat salah seorang wartawan Independen News di jalan. Warga masyarakat Desa Tukadaya ini, dengan mimik teramat serius meminta media ini untuk memuat berita seputar kekisruhan proses pembuatan KTP yang terjadi di desanya. “Tolong ya pak, berita ini harus dimuat! Soalnya kami warga masyarakat sudah lama menahan kesabaran untuk tidak melakukan demo kepada kepala dusun,” demikian I Putu Gede.

Tidak lama sebelumnya sekelompok warga masyarakat juga pernah mendatangi kantor redaksi Independen News dengan permintaan yang hampir sama. Sekelompok warga tersebut meminta media ini memberitakan indikasi “perbuatan korupsi” yang dilakukan kepala desanya. Mereka mengaku yakin Bupati pasti akan menindak kepala desa bersangkutan jika beritanya dimuat di koran. “Kalau tidak ditulis di koran kasusnya pasti tidak ditindaklanjuti. Kan biasanya begitu pak,” demikian warga tersebut.

Pada kesempatan yang lain, juga pernah terjadi koran-koran lokal di Bali serentak menurunkan berita perbuatan pungli di sebuah SMA Negeri di Negara. Berita tersebut bersumber dari satu atau dua orang tua siswa yang tidak setuju dengan adanya pungutan sumbangan yang ditarik oleh Komite Sekolah untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler. Padahal di dalam rapat wali murid sebelumnya, mayoritas orangtua murid menyatakan sanggup dan sukarela dipungut sumbangan. Tetapi seusai rapat, rupanya ada beberapa orang tua murid yang kurang setuju dan merasa keberatan dengan pungutan tersebut, menghubungi wartawan dan memberikan keterangan dengan “cukup dramatis” atas rapat wali murid sebelumnya. Kebetulan ketika wartawan yang menulis berita tersebut melakukan konfirmasi kepada pihak komite sekolah, Ketua Komite Sekolah tidak bisa dihubungi. Maka turunlah berita yang bagi pihak tertentu dianggap sangat menyudutkan tersebut.


Fenomena di atas hanyalah beberapa fakta yang ada di tengah pemahaman dan perlakuan masyarakat atas keberadaan surat kabar. Bahwa suka atau tidak, sampai saat ini sebagian besar warga masyarakat masih menganggap surat kabar hanya sebagai tempat penampungan keluh kesah dan tempat “pemuatan berita buruk”. Sebagaimana yang harus pula diakui secara jujur, bahwa isi koran-koran atau media massa terutama di jaman reformasi ini pun memang lebih banyak “berita buruknya” daripada “berita baiknya”.

Pergeseran Ideologi
Hal ini pun terungkap dalam “Seminar Peran Surat Kabar Menuju Masyarakat Informasi”, yang diselenggarakan baru-baru ini oleh BPPKI Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Kabupaten Jembrana. Salah seorang pembicara, Hendri Subiabto, bahkan mengatakan koran atau media massa saat ini justru lebih mengedepankan krisis atau konflik dalam pemberitaan-pemberitaan besarnya. “Karena memang hanya berita yang seperti itu yang laku dijual. Masyarakat lebih suka disuguhi berita buruk daripada berita yang lebih membawa optimisme. Ini fakta,” demikian Hendri.

Hendri yang juga merupakan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi ini, mengatakan peran surat kabar sebagai media perjuangan saat ini sudah bergeser secara ideologi. “Jika pada jaman penjajahan dulu surat kabar berfungsi untuk mengobarkan semangat nasionalisme, sekarang telah berubah ideologi sebagai salah satu komoditas industri. Maka tidak heran isi surat kabar sekarang jarang yang mempertimbangkan efek psikologis publik pembacanya. Sekali lagi yang penting laku,” tandas Hendri.

Sementara itu pembicara lainnya Putu Wirata Dwikora mengatakan, kendati sangat kecil, peran surat kabar sebagai alat perjuangan sipil saat ini terkadang masih efektif. Ketua Bali Corruption Watch ini mencontohkan ada beberapa kebijakan pemerintah yang bisa dipengaruhi oleh surat kabar. “Kawan-kawan LSM cukup sering berhasil memperjuangkan aspirasi sipil melalui media massa atau koran. Cuma, memang harus diakui sebagian besar surat kabar yang ada saat ini lebih membela kepentingan industri daripada perjuangan sipil,” demikian Putu Wirata.

Ketika menyinggung masalah kecilnya honor para pekerja jurnalistik di Indonesia, kedua pembicara mengakui kebenaran hal tersebut. Menurut Putu Wirata hal itu juga merupakan salah satu sistem yang ada pada industri. Bahwa, para pemilik surat kabar bukannya berfikir bagaimana meningkatkan kesejahteraan wartawan dan karyawannya, tetapi bagaimana memperbesar dan menambah aset dan cabang perusahaan. “Dan hal ini pun turut menjadi penyebab bergesernya ideologi para pekerja jurnalistik. Di lapangan para wartawan sering tak berdaya menghadapi godaan ‘amplop’. Akhirnya ada pihak-pihak yang bisa membeli berita sesuai dengan kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan publik yang lebih luas. Untuk menghadapi hal ini, bukannya kita harus menutup pabrik amplop, tetapi perusahaan atau pemilik surat kabar harus memperbaiki kesejahteraan wartawannya. Dengan kesejahteraan yang cukup, maka wartawan akan mampu mempertahankan idealismenya,” ujarnya sambil berkelakar.

Tendensius
Salah seorang peserta seminar yang juga seorang wartawan sebuah media lokal Bali, dalam kesempatan tanya-jawab mengungkapkan, bahwa sejatinya bagi setiap wartawan (terutama di daerah-red), sudah selalu berusaha menulis berita dengan memenuhi aspek keseimbangan (balancing). Demikian pula dengan jenis berita yang ditulis, tidak melulu “berita buruk” tetapi juga selalu menyertakan “berita baik” untuk dikirim ke meja redaksi. “Sebagai ujung tombak sebuah surat kabar di lapangan, kami sudah menyadari betul posisi, peran dan tugas kami bagi pembangunan masyarakat,” katanya.

Sementara seorang peserta yang lain, Wayan Suparsa, mengatakan pemberitaan-pemberitaan di surat kabar saat ini sebagian besar cenderung sangat tendensius di dalam memberitakan suatu peristiwa. “Apalagi jika memberitakan soal-soal di pemerintahan, masyarakat disuguhi seolah-olah tidak ada kegiatan pemerintah yang baik,” demikian Suparsa.

Jika beranjak dari tema yang diangkat dalam seminar tersebut, dapat diterka penyelenggara bertujuan untuk lebih meningkatkan apresiasi masyarakat atas keberadaan media massa khususnya surat kabar. Terlebih-lebih di jaman globalisasi ini, dimana masalah kebebasan pers selalu menjadi wacana terdepan dalam setiap obrolan mengenai dunia jurnalistik. Tentu menjadi sangat penting adanya kesepahaman antara masyarakat luas (awam) dengan masyarakat pers (dari jajaran redaksi hingga wartawan di lapangan), agar wacana kebebasan pers tidak termaknai secara sepihak. Sayangnya, dalam seminar tersebut peyelenggara justru tidak mengundang perwakilan dari masyarakat awam yang menjadi sasaran seminar.

poetry
Selengkapnya...

Kamis, 10 September 2009

Kesenian Tradisional, Andalan SMANDA dalam Lomba WWM 2009


Untuk pertama kalinya SMA Negeri 2 Negara (SMANDA) mewakili Kabupaten Jembrana dalam Lomba Wawasan Wiyata Mandala (WWM) tingkat provinsi. Lomba yang sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Olahraga Pariwisata dan Budaya Provinsi Bali, Rabu (2/9) lalu. Adapun aspek-aspek yang dinilai dalam lomba ini meliputi proses belajar mengajar, administrasi sekolah, lingkungan sekolah, hingga berbagai jenis ekstrakurikuler yang ada.

Pelaksanaan Lomba
Penilaian dilakukan tim juri yang terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan aspek-aspek yang dilombakan. Juri mencermati dan menilai dengan seksama pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas yang dilakukan di SMANDA yang sepenuhnya menggunakan teknologi komputerisasi sebagai aplikasi teknologi yang saat ini berkembang dengan pesat.

Di bidang ekstrakurikuler, SMANDA menampilkan semua potensi siswa, mulai dari seni musik, seni tari, seni tabuh (gamelan tradisional), hingga berbagai jenis olahraga. Setidaknya 30 kegiatan ekstrakurikuler ditampilkan sekolah yang proses belajar mengajarnya dimulai dari pukul 6.30 hingga pukul 15.00 tersebut.


Di antara berpuluh ekstrakurikuler tersebut, kesenian tradisional menjadi andalan SMANDA yang merupakan sekolah kajian di kabupaten paling barat Provinsi Bali ini. Kesenian Jegog, salah satu kesenian khas Kabupaten Jembrana, dijadikan sebagai salah satu kegiatan andalan di SMANDA. Dari kesenian Jegog tersebut, SMANDA menjadi dikenal sampai keluar provinsi melalui pawai-pawai budaya yang diikutinya. Kesenian ini pula yang digunakan untuk menyambut tamu (juri), hingga mengantar kepulangan mereka dalam Lomba WWM kali ini.

Tidak ada kendala
Kepala SMAN 2 Negara, Drs. I Nyoman Suandhia mengatakan, dalam mempersiapkan sekolahnya untuk mengikuti lomba WWM ini pihaknya boleh dikatakan tidak menemui kendala yang berarti. Sebab menurutnya berbagai aspek yang dinilai dalam loba sejatinya sudah mereka laksanakan setiap hari. “Kami tidak mengalami kesulitan sebab yang dinilai ini sudah kami lakukan sehari-hari. Jadi kami bersama siswa dan seluruh komponen sekolah sudah terbiasa melakukannya. Hanya saja pada saat penilaian seperti ini kami merias sekolah agar nuansanya sedikit berbeda,” demikian Nyoman Suandhia.

Suandhia menambahkan, dari tiga aspek utama yang dinilai yakni penataan lingkungan, administrasi sekolah dan kegiatan belajar mangajar, yang paling lama membutuhkan persiapan adalah penataan lingkungan sekolah. Jika beranjak dari komentar dewan juri yang tadi saya antar berkeliling, kami bersaing ketat dengan SMAN 1 Kuta Utara. Sementara peserta yang lainnya katanya belum bisa menyamai kelengkapan kami. Dan jika hanya dilihat dari sisi penataan lingkungan, saya yakin sekolah kami lebih unggul,” tambahnya yakin.

Sementara itu salah satu dewan juri, Ngurah Gede Sujaya menyatakan, kendati SMANDA sudah tergolong baik secara umum, namun dari sisi administrasi masih ditemukan ada kekurangan. “Terutama dalam hal tertib atau disiplin administrasi. Kami masih menemukan ada beberapa kejanggalan, misalnya absensi guru belum semua ditandatangani oleh para guru, namun Kepala Sekolah sudah duluan memberi tanda tangan pengesahan,” kritik Sujaya.

Di sisi lain, Sujaya juga menyoroti keberadaan taman sekolah yang kurang diisi tanaman obat-obatan atau apotik hidup. “Tamannya bagus, tapi akan lebih baik lagi jika ditambah tanaman-tanaman yang lebih bermanfaat semisal tanaman obat,” kritik Sujaya.

Bagaimanapun, dari keseluruhan pelaksanaan Lomba WWM 2009 yang diikuti SMANDA ini, setidaknya dapat menjadi bahan evaluasi pihak-pihak terkait untuk menjadikan sekolah lebih baik lagi. Sebagaimana esensi tujuan lomba yang sebelumnya disampaikan oleh Ketua Tim Juri, bahwa lomba bukan semata-mata mencari pemenang, tetapi sebagai motivator untuk senantiasa menjaga eksistensi sekolah agar benar-benar menjadi gudang ilmu pengetahuan sekaligus sebagai benteng pelestari budaya bangsa.

Bagaimana hasil lomba ini? Kita tunggu saja!

poetry
Selengkapnya...

Kamis, 03 September 2009

Perayaan 114 tahun Kota Negara Ditutup

Setelah sebulan warga Jembrana disuguhi oleh berbagai hiburan, rangkaian peringatan HUT Kota Negara ke-114, resmi ditutup oleh Bupati Jembrana, I Gede Winasa, Rabu (2/9). Panggung terbuka Ardha Candra Pura Jagatnatha yang biasanya menjadi tempat unjuk kebolehan masyarakat Jembrana tiba-tiba berubah menjadi unjuk kemahiran pejabat dan istrinya di bidang tarik suara.

Dalam acara yang penuh gelak tawa itu, Winasa mengungkapkan antusiasme masyarakat menikmati hibutan gratis yang disuguhkan Pemkab selama sebulan penuh membuat rasa lelah yang dirasakan panitia sirna. “Mulai dari acara pembukaan, pementasan kesenian, pameran dan puncaknya pada Parade Budaya Nusantara telah disajikan dengan baik dan bisa dinikmati oleh seluruh warga Jembrana. Kebahagiaan masyarakat inilah yang membuat lelah panitia sirna,” ujarnya. Selain itu Winasa juga meminta maaf atas segala kekurangan dalam pelaksanaan rangkaian acara peringatan HUT Kota Negara. “Saya juga menyampaikan terima kasih atas dukungan dan partisipasi warga Jembrana dalam mensukseskan rangkaian acara dalam menyambut HUT Kota Negara. Segala kekurangan yang bersifat teknis maupun karena kondisi lapangan, tentunya dapat dijadikan pelajaran bagi pelaksanaan kegiatan serupa di tahun-tahun mendatang,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Pelaksana HUT Kota Negara, I Gde Suinaya melaporkan peringatan HUT Kota Negara ke-114 dikemas dalam tiga dimensi kegiatan yakni, Parade Budaya Nusantara, Pameran Seni Kerajinan yang dirangkaikan dengan pameran IT serta pementasan kesenian daerah. “Secara keseluruhan, kegiatan tersebut telah diikuti dan mendapat sambutan antusias dari peserta maupun seluruh masyarakat,” kata Suinaya yang juga Sekkab Jembrana. Suinaya juga menyampaikan terima kasih dan permohonan maaf atas berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan rangkaian kegiatan tersebut.

Pada puncak penutupan HUT Kota Negara, masyarakat Jembrana dihibur oleh artis Bali Yan Sri Kandi yang melantunkan tembang energiknya yang mengakibatkan penonton larut dalam alunan dan gerak yang seirama dengan iringan musik dari Punk Kwala Band hingga penonton semakin bergairah. Dengan sedikit merayu disamping meja undangan, Yan Srikandi akhirnya berhasil menggaet Kasat Pol.PP Jembrana I Ketut Wiratma yang terlihat masih malu-malu meski mendapat dukungan penonton.

Selain itu istri Kasat Pol.PP Sri Ani Negari juga tidak mau kalah, saat artis Bali Gek Intan tampil dipanggung, Intan kembali mampu menggaet Sri Ani Negari untuk nyanyi dan joged bareng. Meski dengan berbusana adat, istri I Ketut Wiratma tidak sulit untuk mengimbangi goyangan Gek Intan.. Penutupan HUT Kota Negara ke 114 di Stage Jagatnatha mampu menarik perhatian penonton yang tetap setia mengikuti acara demi acara, yang dihadiri langsung Bupati Jembrana I Gede Winasa dan Wakilnya I Putu Artha serta pejabat Pemkab Jembrana lainnya, meski gerimis saat acara berlangsung.

poetry
Selengkapnya...