Kamis, 28 Januari 2010

Biaya Kebutuhan Remaja Makin Gila

Mari kita periksa apa saja isi tas dan saku para remaja yang akan jalan-jalan keluar rumah. Pertama, kita akan menemukan handphone, kemudian dompet, dan barang-barang elektronik lain seperti i-pod, PSP, atau bahkan netbook. Sungguh, semua barang itu adalah barang yang hanya bisa jika mau mengorek kantong yang tak sedikit.

Fasilitas-fasilitas itu sepertinya sudah menjadi kebutuhan utama yang wajib dimiliki. Kebutuhan yang nampaknya sudah tidak bisa lepas dari kehidupan remaja. Kita amati saja, rata-rata para remaja sudah mengantongi Hp di saku mereka. Tidak jarang pula, Hp yang mereka miliki adalah jenis yang memiliki berbagai macam fitur seperti kamera, Mp3 player, dan koneksi internet. Tidaklah dapat dipungkiri, Hp dengan berbagai fitur didalamnya tersebut tidak murah. Untuk Hp semacam itu, paling tidak berharga di atas Rp. 750 ribu. Sementara, rata-rata remaja yang notabene masih seorang siswa telah memiliki Hp dengan harga hingga Rp. 1,5 juta. Jika orang tua mereka terbilang mampu dan berpenghasilan cukup, maka barang dengan kualitas tinggi itu tentu akan mudah mereka dapatkan. Lalu bagaimana dengan remaja yang berasal dari kalangan tidak mampu?


Secara tidak langsung, kemajuan teknologi yang ada memacu pengeluaran remaja menjadi lebih besar. Untuk remaja usia sekolah, tentu saja pengeluaran ini akan beralih ke orang tua. Mulai dari kebutuhan primer siswa sampai kebutuhan tersier. Pada kenyataannya, kebutuhan tersier siswa lebih mendominasi dibanding kebutuhan primernya sebagai siswa. Kadang siswa malah lebih mementingkan pembelian pulsa dibandingkan dengan pembelian buku hingga ratusan ribu. Kebanyakan siswa menganggap komunikasi yang lancar itu lebih penting dibandingkan dengan membahas materi yang terdapat di buku pelajaran. Apalagi dengan fitur yang tersedia di dalam Hp, secara tak langsung telah mewajibkan mereka untuk mengisi pulsa jika ingin mengganti status di facebook atau twitter dalam koneksi internet.

Kebutuhan remaja yang membludak tentu menambah pengeluaran orang tua yang tidak sedikit. Harmoni menemukan, pengeluaran siswa yang berasal dari kalangan menengah mencapai lebih dari 300 ribu rupiah perbulan. Jika kondisi ini terus berlanjut dengan orang tua berpenghasilan sama, tidakkah menjadi beban tersendiri bagi orang tua yang mempunyai anak remaja? Kalau orang tua selalu memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan tinggi anaknya tentu tidak akan menimbulkan masalah apa-apa. Tapi bagaimana jika orang tua tidak mampu menuruti biaya-biaya yang timbul sementara anaknya sudah terbiasa bahkan kecanduan dengan gaya hidup berkelas?

Alarm tanda bahaya perilaku sosial remaja harus dibunyikan saat mereka tidak mampu lagi mengontrol gaya hidupnya. Perilaku-perilaku yang melanggar norma seperti tindak asusila potensial dilakukan remaja jika dukungan keuangan dari orang tua sudah mulai macet. Banyaknya kasus perdagangan perempuan yang korbannya rata-rata dari kalangan remaja kemungkinan besar juga berasal dari imbas gaya hidup tersebut. Agar bisa bertahan dan dianggap berkelas, menjual diri memang merupakan jalan pintas yang sangat gampang ditempuh.

Kemajuan teknologi penunjang gaya hidup yang terus berkembang dan zaman yang semakin maju, jika tidak dikendalikan akan menjadi pendorong prilaku negatif remaja. Jaman sekarang bisa dipastikan jika seorang remaja tidak mengetahui berbagai hal yang up to date akan dicap sebagai anak yang kurang pergaulan.

Kini orang tua mempunyai tugas yang amat berat untuk menjaga putra-putri mereka dari masalah teknologi. Selain itu, orang tua juga perlu lebih ekstra kerja keras untuk mewujudkan keinginan anak-anaknya yang makin hari makin membludak. Jika berhasil memberi pengertian kepada mereka terkait pengeluaran yang cukup mencengangkan ini, remaja tentu tidak akan menjadikan semua kebutuhan tersier tersebut menjadi kebutuhan primer.



poetry
Selengkapnya...